Selasa, 16 Desember 2008

Behavioral Approach on Subtance Abuse Treatment

PENDEKATAN BEHAVIORAL MURNI

PADA TERAPI PECANDU BERESIKO


Belakangan ini populer pendekatan Therapeutic Community untuk merehabilitasi korban penyalahgunaan Zat. Pada Therapeutic Community model pendekatan yang dominan digunakan adalah Conditioning (pengkondisian), dimana situasinya semua bisa di Engineered (direkayasa) sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh komunitas yang bersangkutan. Seharusnya pendekatan behavioral berorientasi pada insight yang muncul bukan pada conditioning-nya. Mengapa demikian? Karena jika tidak treatment bisa menyerupai program pencucian otak manusia, dan ini sangat beresiko tinggi pada tingkat kekambuhan (relapse) atau kegagalan dalam menjalankan kehidupan paska rehabilitasi di main stream.

Isn't that Ironic?


Berangkat dari perenungan ini semua sudah waktunya untuk program berorientasi pada “Recovery by Quality” bukan “Recovery by Quantity”. Seringkali slip berakhir dengan full blown relapse karena secara sadar atau tidak sadar orientasi makna recoverynya pada kuantitas, artinya kehancuran “berhala” tingginya clean time mengaburkan magna lain yang juga penting dari recovery itu sendiri. Yaitu SOBREITY. Apakah itu? Silahkan anda menginterpretasikan sendiri atau diskusikan dengan kolega anda dalam rangka memberi makan otak analisa anda.

Banyak individu yang mengalami penurunan atau gagal mempertahankan perubahan baik di dirinya setelah conditioning dicabut atau dimundurkan batasannya. Padahal pencabutan conditioning atau mundurnya batasan itu ditujukan agar individu ini bisa lebih tumbuh dan berkembang. Isn’t that Ironic?

Dengan membaca dan merenungi ini saya berharap anda mampu menjawab banyak pertanyaan yang selama ini muncul di dalam benak anda. Serta mendapatkan perspektif baru tentang bagaimana anda memahami diri anda selama ini.

Black and White Thought


Memperhatikan bagaimana proses memberi makan otak manusia, dua bagian otak (mammalian dan reptilian) seringkali diberikan makan yang cukup dalam program untuk jangka waktu yang relatif cukup panjang. Sedang bagian yang paling utama untuk membedakan antara manusia dengan binatang (Neo Cortex) tidak atau jarang berikan kesempatan untuk mendapatkan makanan. Individu yang berusaha memberikan makanan pada otak analisanya beresiko mendapat label “Penjahat Program” . Seorang yang berusaha mendapatkan penjelasan riskan dilabel dengan “Low Acceptance”. Seorang yang memiliki kegigihan mencapai ambisinya berteman dekat dengan label “Kompulsif”.

Apakah seburuk itu program yang ada? Tidak yang buruk hanya implementasian program tanpa diikuti kapasitas profesional yang sesuai. Semua program saya percaya bagus walupun belum tentu cocok untuk semua orang.

Jika otak analisa (Neo Cortex) tidak pernah diberi makan yang cukup maka otak lainnya (Mammalian dan Reptilian) akan menjadi begitu dominan. Kemampuan kedua bagian otak tersebut untuk mematikan (shutting down) otak analisa pun semakin tinggi. Jika hal itu sampai terjadi maka akan terbentuk pribadi yang melihat segalanya dalam konteks “hitam dan putih”. Gaya berpikir yang “Pokoknya..” Pendek kata akan muncul robot-robot dalam bentuk manusia. Atau maaf lebih ekstrim lagi “binatang sirkus”. Terdengar kasar sekali tetapi memang dalam melatih binatang sirkus digunakan pendekatan behavioral (conditioning) murni.

Pendekatan behavioral perlu diiringi dengan pendekatan lainnya seperti Kognitif, Biopsychology, Humanistic, Psycho Analys, dsb. Para profesional yang terlibat juga wajib hukumnya memahami lebih dari satu teori pendekatan. Hal ini akan berdampak pada pencapaian yang diperoleh dari program yang dijalankan juga akan relatif lebih cepat dan permanen.

Hal lain yang perlu diwaspadai dengan kapasitas profesional yang terbatas adalah terjadinya “Treatment Based on Culture” bukan “Treatment Based on Needs”.

Individu butuh banyak masukan untuk melakukan sebuah perubahan yang permanen. Seringkali terjadi pembatasan tentang pengetahuan yang diberikan kepada individu di dalam program treatment dengan alasan yang kurang pasti.

Sample Case

Resiko terjadinya proses cuci otak (brain washing) terjadi bilamana kemampuan analisa individu dibatasi atau bahkan dimatikan oleh afirmasi (doktrin) tentang nilai yang dianut oleh komunitas tanpa diberikan kesempatan berdiskusi yang cukup.

Kasus yang paling sering muncul adalah dalam bentuk keyakinan spiritual. Dimana seringkali percobaan analisa langsung dihentikan dengan dalil tertentu. Apalagi dalam masalah spiritual memang membutuhkan kemampuan interpretasi dan analisa yang baik. Untuk individu yang kemampuannya terbatas maka akan mudah sekali proses cuci otak dilakukan apalagi jika hal ini dilakukan oleh sosok yang memiliki nilai karismatik yang tinggi.

Keep It Simple vs Easy Way Out
Sulit sekali membedakan antara “Keep it Simple” dengan “Easy Way Out” dimana kedua saling bertentangan secara normatif dalam komunitas tertentu misalnya. Individu yang mencoba mendeklarasikan motive Keep it Simple-nya langsung didakwa dengan pasal “Rationalize” (pembenaran). Masih mencoba lagi mencari penjelasan, langsung didakwa dengan pasal tambahan “Low Acceptance” (penerimaan yang buruk), Masih mau coba lagi? Saya rasa tidak. Cukup sudah.

Kompromi vs Toleransi
Afirmasi tentang “Hitam dan Putih” yang diberikan secara berulang- ulang juga beresiko tinggi pada gaya “berpikir yang kaku” (rigid thinking). Doktrin tentang tidak ada area abu-abu dalam kehidupan seakan membawa individu pada keyakinan dirinya seorang tidak kenal kompromi. Sulit sekali membedakan antara “Kompromi” dengan “Toleransi”. Keduanya juga memiliki nilai normatif yang bertentangan.

First Thing First ??..
Contoh lainnya adalah seorang individu sedang membawa makanan dan minuman ke ruang makan, maka hal itu bisa diterima atau dianggap sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Sedangkan di dalam komunitas yang sama seorang individu sedang makan sambil membaca buku dianggap melanggar nilai “First Thing First”. Bedanya dimana? Persamaannya dimana?

Feeding the Brain


Gambar diatas menunjukan bagaimana memberi makan ketiga bagian otak kita agar ketiganya memiliki hubungan yang baik dan harmonis.




Three Parts of Our Brain

TIGA BAGIAN OTAK MANUSIA

Gambar diatas menunjukan tiga bagian dari otak manusia dan masing-masing fungsinya. Ketiganya harus berjalan beringingan sehingga seorang individu bisa "menari" dengan baik dan harmonis dalam kehidupan. Ketiganya harus bisa berkomunikasi dengan baik.

Level yang dibawah memiliki kemampuan untuk mematikan fungsi otak diatasnya, artinya jika seorang sedang dalam keadaaan bertahan (survival), maka otak mammalianya tidak lagi bekerja dengan baik begitu juga otak analisanya. Contoh orang sedang terdesak (terancam), akan mengenyampingkan hal-hal lain selain bagaimana caranya bertahan dari ancaman yang ada

Ketiga bagian otak ini harus sama kuatnya sehingga semua seimbang dan harmonis. Ketiganya harus diberikan makan sesuai dengan fungsinya masing-masing.







Bagaimanakah cara memberi makan tiga bagian otak kita itu?

Afirmasi yang Dokmatis

Dalam situasi conditioning yang bisa di rekayasa (enginered) sering kali kemampuan analisa otak individu dimatikan sebagai langkah pencegahan munculnya pembenaran atas perilaku individu yang tidak sesuai dengan program yang sedang dijalankan. Sering terbatasnya kesempatan individu untuk menganalisa nilai-nilai dan norma yang berlaku semakin memperlemah dan akhirnya mematikan kemampuan otak individu. Afirmasi lebih kepada doktrin tentang nilai dan norma seringkali bersifat dokmatis, dimana kemampuan seorang individu dibatasi.
Tanpa analisa yang baik individu bertindak berdasarkan perasaan dan insting. Sedangkan untuk menjalankan kehidupan dengan harmoninya, dibutuhkan ketiga fungsi organ otak sebagai pusat kontrol dari individu tersebut dalam kehidupan. Menjadi terlalu rasional juga bukanlah hal yang baik karena pada dasarnya manusia membutuhkan kemampuan untuk merasakan perasaan-perasaannya. Begitu juga dengan naluri (insting) yang dibutuhkan dalam situasi untuk bertahan hidup. Lebih jauh kita harus minimal memiliki pemahaman tentang otak manusia dan fungsi dasarnya.
Apakah Tiga Bagian di Otak Kita??..